SEJARAH HOAX

Hoax atau sering disebut dengan berita bohong ini sangat mudah dibaca karena tersebar di mana-mana, sepeti media sosial.

Menurut Williard G. Bleyer dalam Wonohito (1960:2) mendefinisikan berita sebagai segala sesuatu yang hangat dan menarik perhatian sejumlah pembaca, dan berita yang terbaik ialah berita yang paling menarik perhatian bagi jumlah pembaca yang besar.[1]

Hoax adalah pemberitaan palsu dan upaya penyebarannya yang bertujuan agar para pembaca percaya terhadap berita palsu tersebut. seringsekali hoax itu berisi hal-hal yang baik seperti nasehat dan hikmah dari suatu peristiwa, peringatan, ajakan berderman dan lain sebagainya. 

Namun tetap saja itu adalah hoax atau berita palsu.[2] Dengan demikian pendakwah di Aceh dituntut agar lebih hati-hati dalam menyebarkan pesan dakwahnya.

Era media sosial ini ada muslim melestarikan kegiatan penyebaran hoax dilakukan demi menyokong (apa yang mereka sebut) dakwah. 

Contohnya sering ada share berita si artis atau ilmuwan ‘anu’ masuk Islam, padahal faktanya tidak demikian. Atau dahulu ada penyebaran foto rahib Budha Tibet yang membantu pengumpulan mayat korban bencana alam di Cina, diputarbalikkan beritanya sebagai foto pembantaian etnis muslim Rohingnya.

Mungkin maksudnya baik untuk menambah semangat keislaman atau menumbuhkan perhatian umat Islam pada saudara muslim di Rohingnya. Namun dakwah dengan penyebaran hoax ini tentu merupakan cara kotor untuk mengajak orang dalam kebaikan.

Hoax ini sangat merugikan, karena bisa membuat orang lain mendapatkan informasi yang salah. Sadar tidak sadar ternyata hoax sudah ada sejak lama, bahkan beratus-ratus tahun yang lalu. 

Asal Muasal dari Tulisan Seorang Penulis  

Hoax pertama kali tercatat dalam sejarah adalah peristiwa yang terjadi pada tahun 1661. Saat itu, seorang tuan tanah bernama John Mempesson mengatakan dirinya selalu mendengar suara drum di sekitar rumahnya.

Bermula setelah  Mempesson memenangkan kasus di pengadilan melawan seorang drummer band bernama William Drury dan menuduh Drury yang menyababkan adanya suara drum di sekitar rumahnya.

Seorang penulis bernama Glanvill mendengar kisah tersebut dan mendatangi rumah Mempesson kemudian mengaku kalua ia juga mendengar suara yang disebutkan diatas. Glanvill lalu menulis cerita tersebut menjadi tiga buah buku dan mengatakan kalua kisah yang ditulisnya adalah kisah nyata.

Cerita yang ditulis oleh Glanvill berhasil menarik perhatian banyak pembaca dan mereka percaya. Namun buku ketika akhirnya Glanvill mengakui kalau cerita yang ditulisnya adalah cerita bohong.

 Kebanyakan informasi pada era tersebut disebarkan tanpa komentar. Pembaca bebas menentukan validitas informasi berdasarkan pemahaman, kepercayaan/agama, maupun penemuan ilmiah terbaru saat itu.

Kebanyakan hoax pada era itu terbentuk karena spekulasi. Misalnya, Benjamin Frankin pada 17 Oktober 1745 via Pennsyvania Gazette melansir tentang batuan China yang bisa digunakan untuk mengobati rabies, kanker, dan penyakit mematikan lainnya.

Satu pekan kemudian, sebuah surat klarifikasi di Gazette mengklaim bahwa batuan tersebut ternyata terbuat dari tanduk rusa dan tidak memiliki kemampuan medis apapun.

Pada tahun 1835, penulis Adgar Allan Poe menerbitkan carita hoax terkenal; The Unparalled Adventure of One Hans Pfaall tentang pria yang pergi ke bulan menggunakan balon udara dan tinggal disana selama 5 tahun.

Asal Mula Kata Hoax   

Meskipun sejak tahun 1661, kata hoax baru digunakan pada tahun 1880-an. Kata hoax berasal dari kata hocus, yang berarti mantar para pesulap saat berada di atas panggung, yaitu hocus pocus.

Hocus dapat diartikan menjadi “untuk menipu” atau “untuk memaksakan pada sesuatu”.

Seorang ahli cerita legenda, Jan Harold Brunvand mengatakan kalau istilah hoax ini digunakan untuk orang-orang yang sadar bahwa dirinya sedang menyabarkan atau membuat cerita hoax.

Hingga kini hoax masih banyak beredar di media sosial maupun media lainnya, untuk itu kita harus lebih teliti mengonsumsi informasi. Harus membaca dibeberapa sumber jika sudah terbukti bukan hoax maka anda boleh menyebarkan berita tersebut ke teman lainnya.

 

#edukasihoax


[1] Apriadi Tamburata, Literasi Media, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm. 87.

[2] Anton Ramdan, Jurnalistik Islam, hlm. 40

No comments