SPIRIT ACEH Seolah Tenggelam Ditelan Masa

Foto : Ilustrasi
ACEH memang tidak lagi menghasilkan sistem berpikir dalam kehidupan kebudayaan Aceh. Hal ini, sesuatu yang bersifat spirit tidak mampu diterjemahkan ke dalam realitas kehidupan nyata masyarakat. sehingga spirit Aceh seolah-olah telah tenggelam ditelan masa. Walaupun, pada dataran fenomena, pusat-pusat yang memberikan kekuatan spirit tersebut masih dapat dilihat secara real.

Misalnya, ketika ada seseorang yang jatuh atau tertimpa sesuatu masalah secara mendadak, maka orang Aceh akan mangatakan krue seumangat. Atau orang sedang melantunkan syair dalam seudati atau saman, kerap disambut secara bersamaan dengan kata krueee.

Dapat juga dilihat ketika para petani malakukan proses keumirue dengan memanggil angin melalui istilah krue. Demikian pula, ketika orang Aceh memanggil ayam untuk deberikan makanan, juga digunakan istilah krue-krue.

Baca : Ternyata A.C.E.H Mengandung Empat Kebudayaan Besar Dunia 

Kekuatan spirit yang masih dipraktikkan dan memiliki makna adalah tradisi meugure atau meununtut euleme di kalangan masyarakat Aceh. Namun demikian, impak dari tradisi meugure tidak memberikan perkembangan ilmu di Aceh.

Tradisi meugure bahkan dianggap sudah old fashion. Dapat dikatakan bahwa hampir semua praktik yang mendatangkan spirit di Aceh telah sirna dan dianggap sesuatu yang tidak masuk akal. Apdahal, semua tradisi spriritual tersebut dilakukan oleh manusia yang juga pada awalnya menggunakan akal untuk menghasilkannya.

Pada prinsipnya, rekayasa spirit Aceh itu telah menghasilkan nilai-nilai, keyakinan dan tradisi intelektual.  Ketiga hal tersebut telah berhasil menopang spirit Aceh selama beberapa abad lamanya.

Baca : Ini Dia Cara Melihat Berita Hoax atau Bukan

Pertanyaannya adalah mampukah orang Aceh menggali lagi aspek-aspek fondasi spirit Aceh?

Tentu saja ini sangat berkaitan dengan aspek ruang dan waktu, dimana rakyat Aceh menjalankan fungsi sejarah kemanusian mereka. Misalnya, orang yang tidak di wilayah perkotaan, tentu saja tidak memikirkan aspek spirit Aceh. Karena wilayah ruang dan waktu mereka telah dikondisikan untuk mencari sebanyak mungkin penghasilan.

Proses penyemaian spirit Aceh di dalam konteks kekinian tidak mudah. Hal ini disebabkan ketiadaan upaya untuk melakukan transpormasi mengenai kekuatan yang abstrak yang muncul di dalam masyarakat Aceh. Karena sistem berfikir yang amat abstrak telah sirna, maka sistem berpikir masyarakat yang muncul adalah sistem materi. Falsafah materialisme, dengan demikian, telah meracuni sistem kehidupan rakyat Aceh.

Dalam rentak sejarah Aceh ada juga kelompok besar yang selalu menghiasi lembaran demi lembaran historisitas Aceh yaitu para sultan dan ulama. Kedua kelompok ini tidak bisa dipisahkan. Sultan digambarkan sebagai bayangan Allah di muka bumi.[1] Mereka menjalankan undang-undang yang berdasarkan pada ajaran agama Islam yang dikenal dengan Undang-Undang Aceh. Selain itu, ada juga yang menyebutkan para raja Aceh juga menggunakan Adat Meukuta Alam sebagai panduan mereka dalam memandu rakyat dan kabinetnya.

Baca : Media Sosial Menjadi Penyebar Hoax

Spirit pembangunan Aceh saat itu adalah melalui ilmu pengetahuan, artinya struktur berpikir masyarakat Aceh pada zaman tempoe doeloe sangat bisa diukur dan dapat dianggap sebuah legasi kebudayaan yang sangat mapan. Sebab, dalam tradisi berkerajaan semua potensi akal dan jiwa dikerahkan untuk mengatur negeri.

Lanjut Baca; Kamaruzzaman Bustamam – Ahmad Ph.D. 2017. Acehnologi. Bandar Publising. Banda Aceh.





[1] Lihat di (Taufik Abdullah, 1993, 35-58)

No comments