Ternyata A.C.E.H Mengandung Empat Kebudayaan Besar Dunia

Ilustrasi
ADA teori yang menyebutkan bahwa Islam datang ke Aceh langsung dibawa dari Arab.[1] Di samping itu, orang Aceh juga sering memberikan definisi terhadap kata ACEH dengan dimulai kata A yang difahami Arab, C sebagai Cina, E dengan Eropa, dan H dengan Hindia.

Agaknya, kata Aceh terkandung empat kebudayaan besar dunia yang telah mengalami proses blenderisasi selama ratusan tahun. Namun demikian, ada persoalan yang sangat krusial yaitu bagaimana kita memahami keberadaan Aceh yang ternyata telah terjadi proses penyatuan berbagai budaya besar di dunia ini, namun budaya Aceh sendiri tidak mampu bertahan sebagai piring peradaban bagi orang Aceh.

Dari kata Aceh misalnya, maka di situ pula ada empat agama besar yang muncul yakni: Arab dengan Islam, China dengan Kong Hucu atau Tao, Eropa dengan melalui agama Kristen, dan terakhir Hindia dengan agama Hindu.

Dapat dipastikan pula bahwa keempat agama besar itu pun pernah bertapak di Aceh, walaupun kemudian “dimenangkan” oleh agama Islam.


Namun, pengaruh Cina Kristen, dan Hindu tetap dapat dijumpai di dalam masyarakat Aceh sampai hari ini. Yang menarik, setiap ada perilaku yang merupakan berasal dari ketiga agama besar tersebut dipahami sebagai budaya atau adat istiadat, bukan agama.

Namun demikian, karena Kristen adalah salah satu dari agama semit, maka praktek yang berbau Cina[2] dan Hindu dipandang sebagai “pelengkap” budaya Aceh. Adapun mengenai tradisi Kristen telah mengalami pergeseran karena kuatnya dominasi ajaran Islam yang juga punya pengaruh yang sangat kuat terhadap Eropa.

Sehingga Kristen kemudian lebih banyak dipandang sebagai “kafir” bagi orang Aceh, disamping sebagai penjajah yang diwakili oleh Portugal dan Belanda.

Karena itu, di dalam membahas kebudayaan Aceh yang telah mengalami proses Arabisasi, maka kita harus menelaah begaimana keberadaan Islam dalam arti sebuah produk kebudayaan, bukan Islam sebagai produk teologi (aqidah). Sebagai sebuah prudok kebudayaan Islam yang sampai ke Aceh adalah hasil penalaran pemikiran kemanusiaan yang berasal dari Timur Tengah.


Adapun Islam dalam bentuk produk teologi dia bersifat normatif deduktif sebagaimana yang terdapat dalam Al-Qur’an dan al-Sunnah. Namun demikian di dalam proses pemahaman agama, Islam yang normatif-deduktif juga bisa dijelaskan di dalam konteks sebuah ruang sejarah.

Lanjut Baca : Kamaruzzaman Bustamam – Ahmad, PH.D. 2017. Acehnologi. Bandar publising. Banda Aceh.



[1] (Azra, 2004; Al-Attas 1990; Bustamam-Ahmad, 1999) (Drewes, 1995).
[2] Mengenai pengaruh Cina di Nusantara baca (Qurtuby, 2003; Graaf dan Pigeaud, 2004) untuk konteks Cina di Aceh baca (Rani Usman, 2009).

3 comments: