Rumah Tangga Tanpa Cinta, Bisakah?
BANYAKNYA
masalah dalam rumah tangga, pernahkah anda bertanya-tanya apa yang diperlukan
untuk mendapatkan kebahagian, sukses dan pernikahan yang langgeng atau rumah
tangga harmonis? Pernikahan seperti ini tidak terjadi begitu saja dan bukan
hanya keberuntungan atau kebetulan semata. Banyak hal yang harus dilakukan
untuk membuat pernikahan tersebut awet dan langgeng.
Sahabat pena
koetaradja, kembali kita renungkan kisah dalam Shaed Al-Khathir yang saya
kutip, kita bisa menduga-duga, apa yang dicari oleh seorang suami sehingga ia
mampu hidup lima belas tahun dengan pasangan hidup yang sama sekali tak
dicintai? Haruslah keluarga pecah ‘hanya’ karena alasan lunturnya rasa cinta
antara suami dan istri? Bahkan apakah cinta adalah satu-satunya hal yang bisa
mempertahankan keutuhan rumah tangga?
Padahal cinta tidaklah
abadi. Bahkan secara alamiah cinta dapat memudar seiring berjalannya waktu. Dalam
riset, pleasure feeling ditunjukkan oleh peran suatu hormon yang bernama
dopamin.
Baca : CaraMenjadi Ayah yang Bijak
Hormon dopamin inilah
yang terkait erat dengan ekspresi cinta. Sehinga dopamin sering juga disebut
sebagai hormon cinta. Padahal sebuah riset dari Universitas Pisa Italia
menyebutkan bahwa pleasure feeling dan passionate ini akan
memudar dan hampir-hampir hilang setidaknya dua tahun setelah hubungan inters
antarpasangan terjadi.
Sejalan dengan
meningkatnya hubungan, oksitosin dan vasopressin akan memengaruhi
jalur-jalur dopamin dan adrenalin, yang membauat dua senyawa ini berkurang
kadarnya. Bukanlah sikap yang bijak jika keberlanjutan sebuah rumah tangga
digantungkan pada satu tali yang hanya mampu bertahan dalam tempo yang
sesingkat itu.
Jika rumah tangga hanya
dipertahankan selama ada cinta (yang bermakna romantisme dan keintiman belaka),
kuburlah dalam-dalam keinginan menjalani pernikahan yang berkah. Karena ada
satu tali yang lebih kuat dari keintiman cinta, yaitu tanggung jawab dan
komitmen.
Suatu hari seorang
lelaki mendatangi Umar untuk menceraikan istrinya karena ia sudah tidak
mencintainya lagi, tetapi Umar justru menjawabnya dengan kalimat tanya yang
bijak, “Tak bisakah rumah tangga itu ditegakkan dengan tanggung jawab saja?”
rasa tanggung jawab itulah yang harus menjadi acuan utama kita meniti bahtera
rumah tangga di bawah tuntunan syar’i. Ikatan pernikahan adalah ikatan sakral yang
tidak bisa dibuat main-main.
Tradisi kawin cerai
(sebagaimana dilakukan kebanyakan selebritis kita) bukanlah tradisi yang
dimaklumi dalam kehidupan keberagaman kita.
Kemampuan kita untuk
memendam rasa kecewa kepada pasangan, tetap tersenyum meski hati meringis,
tetap berwajah cerah meski hati memburam, adalah sebuah pilihan yang memang tak
mudah. Tetapi keutuhan keluarga terkadang menjadi prioritas tersendiri yang
harus dipertahankan dengan cara-cara itu.
Baca : AmalanPaling Praktis Sedunia
Kemudian jika kita
berbicara mengenai kesetian memang tidka hanya butuh cinta. Rasa tanggung jawab
dan komitmen terhadap ikatan suci pernikahan adalah pengikat yang lebih kuat
ketimbang cinta. Terkadang kita kesulitan mengendalikan cinta, sehingga rumah
tanga dipertahankan atas dasar cinta (yang notabene tidak bisa diatur), ia
rentan pecah. Carilah kata lain yang bisa dikendalikan dan bisa memperkuat
jalinan kasih di rumah tangga, insyaAllah komitmen dan tanggung jawab adalah
jawabnya.
Post a Comment